Alkisah
Alkisah 3 orang pengusaha dalam suatu perjalanan reuni. Saat mereka rehat di sebuah warung kosong di tengah kebun liar, mereka berbincang. Dasar pengusaha, otaknya tak pernah berhenti melihat dan menghitung peluang.
Agung: Bro, kalo seandainya tanah kosong yang luas sekali sepanjang perjalanan kita ini dijual murah, loe mau jadiin apa?
Uge: Kalo gue, kaplingin trus jual lagi, kayak kacang goreng. Laris manis…!
Agung: Yee, sayang donk, kalo cuma dikapling trus dijual. Kalo gue sih, bakal gue kembangin jadi perumahan. Panggil arsitek, buat konsep dan hitungan, kerjasama dengan kontraktor, baru pasarkan. Pasti untungnya lebih gedhe.
Uge: Jiaahh, emang bener untung gedhe, tapi kapaaan men? Lagian urusannya panjang, resikonya gedhe juga. Coba tanya Si Awit, apa pendapat dia?
Awit: Gue? Jadiin jalan TOL. Coba hitung brapa jam perjalanan kita? Muter-muter, jelek jalannya, macet lagi. Kalo ada jalan tol, pedagang akan banyak terbantu. Karena transportasi jadi lebih cepat dan murah, harga barang juga bisa lebih murah atau keuntungan lebih tinggi.
Uge: Buseet, gemblung loe Wit. Ribet amat mikirnya. Emang loe pikir bebasin lahan yang lainnya gampang? Perijinan pastinya lebih ribet dari kapling atau perumahan.
Awit: Bener itu, makanya gak banyak yang bangun jalan Tol. Tapi sekali jadi, duitnya ngalir paling gak 3 generasi dan manfaatnya dinikmati oleh banyak orang.
Moral Cerita
Tak ada yang benar atau salah dalam bisnis, hanya beda jangkauan pemikiran saja. Ada orang yang berfikir seperti petani Tauge, panennya cepet, 3 hari aja. Konsekuensinya harga murah, karena banyak orang yang bisa menanamnya.
Ada pula yang berfikir ‘setengah’ panjang, seperti petani Jagung, usia panen di 2 bulanan, masa panen hingga 3 bulanan. Setelah itu harus menanam ulang.
Tentu beda dengan petani Sawit, perlu waktu 3 – 4 tahun untuk mulai panen. Namun setelah itu, penghasilan 25 tahun kedepan sudah terjamin. Pilih mana? Ya siapa sih yang gak ingin memanen hasil selama itu? Masalahnya adalah kuatkah kita dalam prosesnya?
WhatsApp yang didirikan Tahun 2009, Tak membuat keuntungan dan terus nombok dalam prosesnya. Pada Februari 2014, dibeli oleh Facebook dengan nilai US$ 19 miliar atau sekitar Rp 260 triliun.
Lebih dari cukup untuk membeli 100% saham Freeport senilai US$ 17 miliar, itupun valuasi tak wajar versi mereka. Berapa karyawan WhatsApp? 50 orang saja, minimalis. Alibaba didirikan oleh seorang guru Bahasa Inggris (1999), yang tak bisa coding. Alibaba tak membuat sesen pun pemasukan di 3 tahun pertama. Valuasi Alibaba (september 2014) mencapai US$ 230 miliar. Cukup untuk membeli 10 Freeport atau melunasi seluruh hutang Indonesia (sekitar Rp 2600 triliun).
Perusahaan dotcom lokal juga ada Tokopedia, yang tahun lalu 51% sahamnya dibeli seharga US$ 100 juta, atau setara Rp 1,4 triliun. Yang artinya valuasi Tokopedia saat itu adalah Rp 2,8 triliun dan masih merugi hingga saat ini. Lepas dari cara permainan ala kapitalis mereka, setidaknya memberikan gambaran tentang seberapa visioner kita dalam membangun suatu bisnis? Pengusaha Tauge, Jagung atau Sawit?
“Ge, tauge, jangan nyinyir sama sawit. Gak nyampe mikirnya…” #plakk
Jaya Setiabudi
Founder YEA dan Yukbisnis.com